Thursday, 26 May 2016

Artikel Waisak 2560 B.E/2016

Selamat Hari Raya Tri Suci Waisak 2560 B.E / 2016
"Indahnya Kebersamaan dalam Buddha Dharma"


Dirayakan dalam bulan Mei pada waktu terang bulan (purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu :
  1. Lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 S.M.,

  2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodhgaya) pada usia 35 tahun pada tahun 588 S.M.

  3. Buddha Gautama parinibbana (wafat) di Kusinara pada usia 80 tahun pada tahun 543 S.M
         A. Kelahiran Sidharta Gotama
Tepat pada saat bulan purnama pada bulan Mei , tahun 623 S. M. di taman Lumbini, Kapilavastthu diperbatasan India yang sekarang merupakan wilayah Nepal lahir seorang pangeran mulia yang sudah ditunggu-tunggu oleh sang raja bernama Suddhodana dari keluarga Sakya dan istrinya Ratu Maha Maya.


          Saat Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara sebanyak 7 langkah, tempat yang dipijakinya tumbuh bunga teratai.


         Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan pasti meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha.

Empat macam peristiwa itu adalah:
  1. Orang tua,
  2. Orang sakit,
  3. Orang mati,
  4. Seorang pertapa.
Tujuh hari setelah kelahiran Sidharta, Maya akhirnya wafat karena dia hanya sebagai tempat untuk kedatangan sang Buddha ke dunia. Kepengasuhanya ditugaskan kep ada adik ratu, Maha Pajapati Gotami yang juga dinikahi oleh raja Suddhodana.

           Pada hari kelima kelahiran Pangeran, ia diberi nama Sidharta Gotama. Sidharta artinya keinginan yang terpenuhi dan Gotama merupakan nama keluarganya.
Ketika usia Sidharta mencapai 16 tahun, ia menikah dengan saudara sepupunya yang seusia, Yasodara. Hampir selama 13 tahun setelah pernikahnya dia hidup dengan bahagia, dalam kemewahan dan tidak pernah merasakan kesedihan, kekurangan. Ia dikarunia seorang anak. Ia hidup dalam istana tanpa pernah tahu apa yang terjadi di luar istana.

Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya kenyataan itu pun nampak. Suatu ketika Ia ingin keluar istana, tetapi ayahnya tidak mengijinkan. Atas desakan dan paksaan dari Sidharta akhirnya diijinkalah keluar. Namun, ayahnya merekayasa keadaan di luar istana, yang boleh muncul dihadapannya adalah orang yang masih muda, dan gagah perkasa. Dalam acara penyambutan sang pangeran, ternyata ada dua orang yang sudah tua, yang satu buta dan satu lagi pincang. Sidharta terkejut dan menanyakan kepada ajudannya, Channa.

Kemudian Channa menjelaskan bahwa mereka adalah manusia seperti kita, hanya usia mereka sudah tua. Sekembalinya ke istana, Sidharta marah kepada ayahnya karena selama ini dia menyembunyikan keadaan sebenarnya yang terjadi di luar istana. Ayahnya menjelaskan dengan sangat lembut tanpa nada tinggi bahwa apa yang dilakukanya adalah kasih sayang kepada Sidharta.

Istana bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi Sidharta yang sedang melakukan perenungan. Kehidupan istana yang begitu mempesona tidak dapat menjawab segala kegundahan yang dialami oleh Sidharta. Dia meyakini punya peranan penting ketimbang sebagai raja Kapilavastthu. Istri muda, anak yang terkasih tidak dapat menghalangi dan mengubah keputusannya untuk melakukan perenungan di luar istana. Waktu untuk meninggalkan keduniawian sudah tiba.

Ketika malam di mana Siddharta akan melakukan perjalanan suci yang bersejarah, tiba-tiba awan hitam menyelimuti kerajaan sehingga semua orang yang tinggal dikerajaan tertidur pulas. Kemudian Siddharta membangunkan Channa untuk menyiapkan kuda Kanthaka lalu pergi ke gerbang istana. Sebelum meninggalkan istana, Siddharta pergi ke kamarnya berdiri dengan tenang memandang istri  dan anaknya yang tidur nyenyak. Dia sangat menyayangi keduanya, namun kasih sayang kepada umat manusia lebih mendominasinya untuk menyelamatkan mereka dari segala penderitaan.


Pada saat usia 29 tahun, Siddharta melaksanakan perjalanan bersejarah itu. Beliau pergi jauh, menyeberangi sungai Anoma dan beristirahat di tepi sungai. Di sini beliau mencukur rambut dan janggutnya serta memberikan pakaian dan perhiasaan kepada Channa. eberapa tahun, ia jalani sebagai pertapa. Pada akhirnya ia menemukan seorang pertapa yang terkenal, Alara kalama untuk membimbingnya mencapai Kesunyataan. Lama Siddharta berguru pada Kalama, tetapi tidak sampai pada pemahaman Kesunyataan tertinggi.
Usaha ini menenangkan pikirannya tetapi tidak dapat menjawab segala kegundahan yang dia rasakan yaitu menemukan obat untuk menghilangkan penderitaan.

B. Sang Buddha Mencapai Penerangan Sempurna

Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakekat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.
Mula-mula ia melakukan olah pernapasan dan pantangan makan. Pada fase pertama ia melakukan pantangan makan secara ekstrim. Kemudian ia menjadi terkenal sebagai pertapa yang suci sehingga diikuti oleh lima pertapa lain yang kemudian menjadi murid-muridnya generasi pertama yaitu Kondana, Bodiya,  Wappam Mahanama dan Asaji. Selama enam tahun mereka menahan lapar dan haus tidak makan dan minum, sehinnga tubuh mereka semakin melemah. Bahkan begitu kerasnya puasa yang dia lakukan, ketika menyentuh pusarnya maka ia dapat merasaakan tulang punggungnya. Tiba-tiba Siddharta jatuh pingsan sehingga murid-muridnya mengira bahwa ia telah mati. Namun ia sadar kembali dan menyadari bahwa apa yang dilakukannya selama ini tidak bermanfaat.

Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasehati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:
"Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu ”

Pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil berprasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan , tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."

Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Beliau putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat itu. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Sekarang pertapa Gautama menjadi terang dan jernih, secerah sinar fajar yang menyingsing di ufuk timur. Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha [Sammasam-Buddha], tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih mengandung arti suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang antara lain : Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata ('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya.

C. Parinibbana
Buddha Gautama parinibbana (wafat) di Kusinara pada usia 80 tahun pada tahun 543 S.M.
Sang Buddha mencapai parinibanaa di bawah pohon Sala kembar di Kusinara pada saat purnama siddhi Vesakha tepat pada usia 80 tahun.
Setelah Sang Buddha mencapai parinibbana diadakannya Sanghasamaya yang pertama di Rajagaha, untuk menghimpun ajaran Buddha Gautama, dihadiri 500 Arahat di bawah ajaran Y.A Maha Kassapa.
Pesan Sang Buddha Gautama sebelum Parinibbana adalah "Vayo dhamma sankhara, sabbe sankhara anicca, apamadena sampadetha". Yang artinya semuanya tidak kekal, berjuanglah dengan sungguh-sungguh agar mencapai kesucian.


Source    :
http://vianis117.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-singkat-buddha-gautama.html
http://www.biografiku.com/2009/01/biografi-sang-budha.html
http://buddhisme-fahmidz.blogspot.co.id/2013/04/riwayat-hidup-siddharta-gautama.html







0 comments:

Post a Comment